Kado untuk Elang
Bayangkan seorang anak kecil yang berulang tahun dan mendapat sepeda impiannya. Namun belum lagi ia bisa mengendarainya dengan benar, sepeda itu diremukan oleh pemberi hadiah
Pada HUT RI ke-60, orangtua Elang Mulya, Hafidan Royan, Hendrawan Sie, dan Hery Haryanto bisa sedikit tersenyum. Presiden menyatakan empat mahasiswa itu sebagai pahlawan reformasi dan menganugrahkan Bintang Jasa Pratama kepada mereka. Penghargaan itu setidaknya menjadi hiburan atas penantian mereka terhadap jawaban siapa yang membunuh empat mahasiswa itu.
Mereka berharap, kematian empat orang itu tidak hanya diselesaikan dengan bintang jasa semata. Kematian itu selayaknya dibayar dengan pengungkapan siapa yang menyebabkan kematian mereka. Kematian itu juga hendaknya dibayar dengan perwujudan cita-cita reformasi.
Sayangnya, mungkin hanya bintang jasa itu sajalah yang dianggap sebagai bayaran paling pantas atas nyawa keempat pemuda itu. Seperti juga bayaran terhadap ribuan nyawa penduduk yang ikut perang kemerdekaan.
Parlemen masih menjadi lembaga paling korup, terlebih lagi parpol yang menghuninya. Soeharto, sasaran utama reformasi akan mendapat pengampunan dari pemerintah dengan alasan kemanusiaan.
Cile mungkin layak dianggap tidak manusiawi jika menggunakan logika pemerintah sekarang. Pasalnya mereka berusaha keras mengadili Pinochet. Tidak peduli bahwa mantan diktator itu terus menerus menyatakan sakit. Bahkan Pinochet diterbangkan dari luar negeri ke Santiago agar bisa diadili untuk mempertanggungjawabkan tindak-tanduknya.
Kamboja juga layak dianggap tidak manusiawi karena menyetujui hukuman mati dalam undang-undang khusus untuk mengadili Saloth sar dan bawahannya di Khmer Merah. Saloth Sar yang terkenal sebagai Pol Pot memang sudah mati pada 1998 dan kematian itu disusul dengan kejatuhan Khmer merah. Namun bawahannya masih hidup dan kepada merekalah undang-undang itu disasarkan. Pengadilan bahkan sudah dibentuk dan siap bekerja tahun depan.
Afrika Selatan mungkin lebih tidak manusiawi lagi. Mereka bahkan sudah menyelesaikan pengadilan rekonsiliasi yang salah satu tugasnya mengadili penguasa era apartheid. Namun bermodal itu rekonsiliasi Afsel berjalan dengan baik. Yang bersalah dimaafkan. Namun sebelum itu ditetapkan dulu apa kesalahannya.
Mungkin yang patut diacungi jempol adalah Serbia. Pejabat negara itu secara tidak langsung melindungi Radovan Karadzic dan kawan-kawan. Tidak peduli komunitas internasional mendesak mereka diserahkan atas tuduhan kejahatan perang.
Tindakan pejabat Serbia itu mungkin dianggap layak ditiru. Peniruan itu bahkan sampai mempertimbangkan pengabaian hukum. Peniruan itu bahkan sampai mempertimbangkan untuk membuat peraturan yang lebih rendah untuk membatalkan peraturan yang lebih tinggi.
MPR lewat Tap no XI/MPR/1998 mengamanatkan pengadilan terhadap Soeharto dan kroni-kroninya. Itu diperkuat dengan inpres no 30/1998 tentang pengadilan terhadap Soeharto. (Kita layak bertanya, siapa sih kroni-kroni soeharto?)
Namun, seiring dengan semakin tidak jelasnya fungsi MPR, semakin tidak jelas pulalah pelaksanaan terhadap TAP itu. Untungnya TAP MPR masih dianggap lebih tinggi dari UU yang kalau tidak salah di atas inpres. Untungnya lagi MPR sudah tidak dapat bersidang untuk mencabut tap itu namun tap itu tetap berlaku.
Pemerintah menyatakan salah satu yang opsi dipertimbangkan untuk menghentikan pengadilan atas Soeharto adalah pengabaian hukum. Tidak usah dipertimbangkan karena itu sudah terjadi delapan tahun terakhir.
Bayangkan seorang anak kecil yang berulang tahun dan mendapat sepeda impiannya. Namun belum lagi ia bisa mengendarainya dengan benar, sepeda itu diremukan oleh pemberi hadiah.
Pada HUT RI ke-60, orangtua Elang Mulya, Hafidan Royan, Hendrawan Sie, dan Hery Haryanto bisa sedikit tersenyum. Presiden menyatakan empat mahasiswa itu sebagai pahlawan reformasi dan menganugrahkan Bintang Jasa Pratama kepada mereka. Penghargaan itu setidaknya menjadi hiburan atas penantian mereka terhadap jawaban siapa yang membunuh empat mahasiswa itu.
Mereka berharap, kematian empat orang itu tidak hanya diselesaikan dengan bintang jasa semata. Kematian itu selayaknya dibayar dengan pengungkapan siapa yang menyebabkan kematian mereka. Kematian itu juga hendaknya dibayar dengan perwujudan cita-cita reformasi.
Sayangnya, mungkin hanya bintang jasa itu sajalah yang dianggap sebagai bayaran paling pantas atas nyawa keempat pemuda itu. Seperti juga bayaran terhadap ribuan nyawa penduduk yang ikut perang kemerdekaan.
Parlemen masih menjadi lembaga paling korup, terlebih lagi parpol yang menghuninya. Soeharto, sasaran utama reformasi akan mendapat pengampunan dari pemerintah dengan alasan kemanusiaan.
Cile mungkin layak dianggap tidak manusiawi jika menggunakan logika pemerintah sekarang. Pasalnya mereka berusaha keras mengadili Pinochet. Tidak peduli bahwa mantan diktator itu terus menerus menyatakan sakit. Bahkan Pinochet diterbangkan dari luar negeri ke Santiago agar bisa diadili untuk mempertanggungjawabkan tindak-tanduknya.
Kamboja juga layak dianggap tidak manusiawi karena menyetujui hukuman mati dalam undang-undang khusus untuk mengadili Saloth sar dan bawahannya di Khmer Merah. Saloth Sar yang terkenal sebagai Pol Pot memang sudah mati pada 1998 dan kematian itu disusul dengan kejatuhan Khmer merah. Namun bawahannya masih hidup dan kepada merekalah undang-undang itu disasarkan. Pengadilan bahkan sudah dibentuk dan siap bekerja tahun depan.
Afrika Selatan mungkin lebih tidak manusiawi lagi. Mereka bahkan sudah menyelesaikan pengadilan rekonsiliasi yang salah satu tugasnya mengadili penguasa era apartheid. Namun bermodal itu rekonsiliasi Afsel berjalan dengan baik. Yang bersalah dimaafkan. Namun sebelum itu ditetapkan dulu apa kesalahannya.
Mungkin yang patut diacungi jempol adalah Serbia. Pejabat negara itu secara tidak langsung melindungi Radovan Karadzic dan kawan-kawan. Tidak peduli komunitas internasional mendesak mereka diserahkan atas tuduhan kejahatan perang.
Tindakan pejabat Serbia itu mungkin dianggap layak ditiru. Peniruan itu bahkan sampai mempertimbangkan pengabaian hukum. Peniruan itu bahkan sampai mempertimbangkan untuk membuat peraturan yang lebih rendah untuk membatalkan peraturan yang lebih tinggi.
MPR lewat Tap no XI/MPR/1998 mengamanatkan pengadilan terhadap Soeharto dan kroni-kroninya. Itu diperkuat dengan inpres no 30/1998 tentang pengadilan terhadap Soeharto. (Kita layak bertanya, siapa sih kroni-kroni soeharto?)
Namun, seiring dengan semakin tidak jelasnya fungsi MPR, semakin tidak jelas pulalah pelaksanaan terhadap TAP itu. Untungnya TAP MPR masih dianggap lebih tinggi dari UU yang kalau tidak salah di atas inpres. Untungnya lagi MPR sudah tidak dapat bersidang untuk mencabut tap itu namun tap itu tetap berlaku.
Pemerintah menyatakan salah satu yang opsi dipertimbangkan untuk menghentikan pengadilan atas Soeharto adalah pengabaian hukum. Tidak usah dipertimbangkan karena itu sudah terjadi delapan tahun terakhir.
Bayangkan seorang anak kecil yang berulang tahun dan mendapat sepeda impiannya. Namun belum lagi ia bisa mengendarainya dengan benar, sepeda itu diremukan oleh pemberi hadiah.

1 Comments:
Disini ada cerita
Tentang kita yang mau berbagi cinta
Dengan sesama manusia
Disini ada cerita
Tantang kita yang menderita
Karena cinta pada manusia
Disini ada cerita
www.pena-98.com
www.adiannapitupulu.blogspot.com
Post a Comment
<< Home